EPIDEMIOLOGI
“PENYAKIT THYPOID”
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PAREPARE
2012
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini, Makalah yang
berjudul “Penyakit Thypoid” ini bertujuan sebagai salah satu wadah dalam
proses pembelajaran di kelas III.C, Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Parepare (UMPAR).
Makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
gambaran dan informasi kepada para
pembaca untuk memahami tentang penyakit Thypoid.
Sebagai
manusia biasa penulis menyadari bahwa hasil dari proses pembuatan Makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis senantiasa untuk
menerima saran dan kritikkan dari berbagai pihak, utamanya dari dosen demi
penyempurnaan pembuatan Makalah-makalah selanjutnya.
Pare-pare, 13 Januari 2013
penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ .i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... .ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.
Latar Belakang.......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA............................................................................. 7
I.
Pembahasan............................................................................................. 7
A.
Perkembangan Teori
Terjadinya Penyakit Menular thypoid.............. 7
·
Hubungan dan
Penyebab Penyakit thypoid........................... 8
·
Model Hubungan
Kausal Penyakit thypoid............................. 8
·
Faktor Agen
Penyakit thypoid................................................. 9
B.
Tahap-tahap Riwayat
Alamiah Penyakit thypoid................................ 10
C.
Upaya Pencegahan
Penyakit thypoid................................................ 12
·
Bagaimana Besarnya
Kemungkinan Pencegahan Penyakit thypoid………. 13
D.
Transisi Epidemiologi
Penyakit thypoid.............................................. 14
E.
Etika Epidemiologi Penyakit
thypoid……………………………………15
F.
Konsep Dasar
Epidemiologi Penyakit thypoid ……………………..16
·
Fortal Of Entri And Exit…………………………………………18
G.
Bagaimana Aplikasi Epidemiologi
Penyakit thypoid………………..18
BAB II PENUTUP ……………………………………………………………………19
Kesimpulan dan Saran.............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 20
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Deman thipoid masih merupakan penyakit endemic
di Indonesia. Penyakit initermasuk penyakit menular yang tercantum dalam
Undang-Undang no 6 tahun 1962,tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudahmenular dan dapat menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah.Surveilans
Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian deman thipoid diIndonesia
pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensimenjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey
berbagai rumah sakit di Indonesia daritahun 1981-1986 memperlihatkan
peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu dari19.596 menjadi 26.606
kasus.Insiden demam thipoid berfariasi di
tiap daerah dan biasanya terkait dengansanitasi lingkungan ; di daerah rural
(Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di
temukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaaninsiden di perkotaan erhubungan erat dengan penyediaan air bersish yang
belummemadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang
kurang memenuhisarat kesehatan lingkungan.Case fatality rate (CFR) demam
thipoid di tahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruhkematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan
RumahTangga Departemen RI (SKRT depkes RI) tahun 1995 demam thipoid tidak
termasuk dalam sepuluh penyakit dengan mortalitas tertinggi.
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada
usus halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga
menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang
usus).
Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan,
setelah berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa,
masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi
pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah
yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Dalam masyarakat penyakit ini
dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut
TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan usus pada
perut.
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik
yang disebabkan oleh Salmonella typhi.Penyakit ini ditandai oleh panas yang
berkepanjangan, di topang dengan bakteremia dan invasibakteri sekaligus
multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch. Sampai saat
ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, serta berkaitan dengan sanitasi yang buruk terutama
negara-negara berkembang.Di negara-negara berkembang perkiraan angka kejadian
demam tifoid bervariasi dari 10sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka
kejadian demam tifoid turun dengan adanyasanitasi pembuangan di berbagai negara
berkembang, diperkirakan setiap tahun masih terdapat35 juta kasus dengan
500.000 kematian terdapat di dunia. Di Indonesia demam tifoid masihmerupakan
penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi. Di antara penyakit
yangtergolong penyakit infeksi usus, demam tifoid menduduki urutan kedua
setelah gastroenteritis.Demam tifoid masih merupakan penyakit endemis di
Indonesia. penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam
undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah.Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerangbanyak orang dan
menimbulkan wabah.Surveilans departemen kesehatan RI, frekwensi kejadian demamm
tifoid di Indonesiapada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi
peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per10.000 penduduk. Dari survey berbagai
rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan1986 memperlihatkan peningkatan
jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi26.606.Insidens demam
tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasilingkungan, di daerah rural (jawa barat) 157 kasus per 100.000
penduduk, sedangkan didaerahurban ditemukan ditemukan 760-810 per 100.000
penduduk. Perbedaan insidens di perkotaanberhubungan erat dengan penyediaan air
bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungandengan pembuangan sampah
yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.Angka kematian tifoid di tahun
1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia.namun demikian
berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga departemen kesehatan RI(SKRT
Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit
denganmortalitas tinggi.
Penularan dapat
terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi
makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih.
Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih
dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan
kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau
diare beberapa hari.
Makin cepat
demam tifoid dapat didiagnosis makin baik. Pengobatan dalam taraf dini akan
sangat menguntungkan mengingat mekanisme kerja daya tahan tubuh masih cukup
baik dan kuman masih terlokalisasi hanya di beberapa tempat saja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PEMBAHASAN
A. 1.
PERKEMBANGAN TEORI TERJADINYA PENYAKIT THYPOID
Demam tifoid (Typhus
abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam
selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Penyakit tifus disebabkan oleh
infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak
dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut
memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber
utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang
sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh
manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70C
maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B
atau C (Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki tiga
macam antigen, yaitu :
a. antigen O (Ohne Hauch) :
merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada
pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar
b.
antigen H :
terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
c.
antigen Vi :
merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap
fagositosis
2.
HUBUNGAN PENYEBAB DAN PENYAKIT THYPOID
Penularan penyakit Thypoid dapat ditularkan
melalui berbagai cara, yang dikenaldengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses
dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonellathypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang
akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan.
makanan yang tercemar kuman salmonellathypi
masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, bagian
distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini, kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk ke limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula
disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usushalus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang
sintetis dan pelepasan zat pirogen
oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
3.
MODEL HUBUNGAN CAUSAL PENYAKIT THYPOID
Penyakit Demam
Thypoid disebabkan oleh bakteri yang disebarkan melalui tinja, muntahan, urin,
kemudian terbawa oleh Lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus ke dapur
yang akan mengkontaminasi makanan atau minuman, sayur-sayuran, atau pun
buah-buahan segar
4.
FAKTOR AGENT PENYAKIT THYPOID
a. Faktor Biologis
Biasanya di lihat dari Keasaman
lambung, Daya tahan usus, Bakteri, Pengetahuan kurang tentang factor penyebaran
penyakit, Carrier yang semakin hari semakin sibuk tanpa memperhatikan
kesehatannya, Kebiasaan makan-makanan yang pedas-pedas.
b. Faktor Fisik
Dapat dilihat
dari kurangnya berolahraga atau baraktifitas setiap hari dan jajan sembarangan
tanpa memperhatikan kualitas makanan atau minuman yang dapat mempengaruhi
kesehatan dan Kebersihan yang tidak terjaga di lingkungan sekitar.
c. Faktor Kimiawi
Misalnya dengan pemberian obat pembasmi serangga untuk membasmi lalat sebagai vector pembawa bakteri salmonella thiposa.
d. Faktor Sosial
Biasanya dilihat dari ekonominya
yang rendah dan gaya hidup yang kurang sehat. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah
tertularnya atau terjangkitnya penyakit thyipoid. Hal yang
paling mendasar yang harus diperhatikan adalah kebersihan lingkungan, makanan,
serta minuman. Pastikan bahwa piring serta alat-alat lainnya
yang kita gunakan makan dan minum bersih dan dicuci dengan sabun. Begitu pula
manusia sebagai penjamu, sudah selayaknya cuci tangan menggunakan sabun sebelum
memasukkan sesuatu kedalam mulut.
B. TAHAP-TAHAP
RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT THYPOID
1. TAHAP
PREPATOGENESIS
Salmonella
thypy masuk melalui mulut, Styphi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan
atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan
kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki
lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan
segar.
2. TAHAP
PATOGENESIS
a. Tahap Inkubasi
Salmonella
thypy telah masuk ke dalam tubuh, tetapi gejala fisik belum nampak. Masa
inkubasi berlangsung pada 7 – 14 hari, umumnya pada 10 – 12 hari.
b. Tahap Penyakit Dini
Demam adalah
gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis. Pada awal
penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa : anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor, gangguan perut (perut meragam dan sakit), dan kesulitan BAB.
c. Tahap Penyakit Lanjut
Ø Minggu
Pertama (awal terinfeksi)
Setelah
melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan
penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi
39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia (tidak ada /
hilangnya selera makan), mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali
per menit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis
kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di
tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat
dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika
penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan
gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga.
Ruam kulit (rash / erupsi (memecah, muncul / menjadi terlihat) pada kulit)
umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi
dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola / warna merah pada setiap ruam)
berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama
pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4
mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada
bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura
kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami
distensi.
Ø Minggu
Kedua
Jika pada
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi
meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang
ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium (halusinasi).
Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi
semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih
sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran
hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk
terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
3. TAHAP
POST PATOGENESIS
Ø Minggu
Ketiga
Suhu tubuh
berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala
akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat
ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat
lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana
toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau
stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat
diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut
nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis (radang peritoneum, yang
disebabkan oleh iritasi kimia atau invasi bakteri) lokal maupun umum, maka hal
ini menunjukkan telah terjadinya perforasi (penetrasi) usus sedangkan keringat
dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan
penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu
ketiga.
Ø Minggu
keempat
Merupakan
stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
Ø Relaps
Pada mereka
yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya menghasilkan
kekebalan yang lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang
pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan
primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer
tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan
timbulnya relaps.
C. 1.
UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT THYPOID
a. PRIMER
Adalah upaya
pencegahan yang dilakuakn saat proses penyakit belum mulai (pada periode
prepatogeesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit. Metode ini
dilakukan terhadap seseorang atau kelompok, orang, yang belum mengalami
penyakit.
1). Peran perawat terkait dengan metode penyakit
primer
Melakukan
promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, maupun penyuluhan terhadap bakal suspect.
Pada kesempatan ini perawat memberikan pandangan dan persuasi kepada masyarakat
atau komunitas mengenai cara-cara pencegahan lingkungn maupun kimiawi.
Perawat harus memaksimalkan upaya
ini sebagai langkah awal agar tidak muncul kasus thypoid pada komunitas perawat
juga dapat menekankan mendesaknya pemberian vaksin atau imunisasi. Pemberian
pandidkan kesehatan dilakukan pada kelompok masyarakat yang rentang penyakit, misalnya masyarakat yang bermukim diperkampungan kumuh, padat penduduk maupun yang
bekerja dan tinggal di gedung atau rumah yang lembab. Metode ini juga sebaiknya
diadakan follow up sebagai upaya lanjutan untuk mengecek efektifitasnya.
b. SEKUNDER
Adalah upaya
pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit berlangsung namun belum timbul
tanda atau gejala sakit ( patogenesisi awal) dengan tujuan proses penyakit
tidak berlanjut. Metode ini dilakukan pada kelompok masyarakat yang dicurigai
atau susah mengalami masalah kesehatan agar dapat segera diatasi dengan promp
treatment( penatalaksanaan dan pengobatan yang tepat ).
Perawat sebagai
case finder dapat melakukan pemeriksaan awal atau dini terhadap
seseorang atau kelompok orang yang dicurigai suspect thypoid untuk melakukan
diagnosa awal Keperawatan sebelum akhirnya dilakukan pemerikasaan lanjutan atau
diagnostic untuk memastikan kondisi pasien sebenarnya. Perawat dapat mengkaji
kondisi pasien dengan cara pemerikasaan fisik dan wawancara. Setelah perawat
merasa cukup yakin seseorang tersebut menunjukan data-data terjangkin thypoid,
maka perawat dapat menyarankan dilakukannya pemerikasaan penunjang. Adapun
wawancara yang bisa dilakukan meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang adanya
nyeri kepala(frontal), kurang enak perut, nyeri tulang, persendian dan otot,
berak-berak muntah. Serta gejala-gejala yang mulai timbul seperti gejala demam,
nyeri tekan perut, bronchitis, toksisis, letargik, lidah tifus (kotor).
c. TERSIER
Adalah
pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode
patogenesis) dengan tujuan mencegah cacat dan
mengembalikan penderita ke status sehat. Sehat yang di maksud bukan berarti
sehat seperti awal mula sebelum sakit, tetapi hanya sebatas mengembalikan
pasien ke kondisi optimalnya. Metode ini dilakukan pada pasien yang sudah
mengalami dampak lanjut dari penyakit ini. Seperti yang telah disinggungkan
sebelumnya, tujuan metode ini adalah untuk pembatasan kecacatan dan rehabilitas
kemampuan.
1. Medikasi
- Klorafenikol. Dosis yang diberikan
adalah 4x 500 mg per hari,dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7
hari bebas panas.
- Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg
perhari
- Kortimaksazol. Dosis 2 x2 tablet
(1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim)
- Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50 – 150 mg / kg BB, selama 2
minggu
2. Supportive dan Rehabilitasi
- Tirahbaring (terlalu banyak berbaring di atas
tempat tidur)
- Isolasi yang memadai
- Kebutuhan cairan dan kalori yang cukup
- Diet rendah serat dan mudah dicerna
- Menghindari makanan panas dan kecut.
2.
BESARNYA KE MUNGKINAN PENYAKIT THYPOID TERJADI
Penyakit Demam
Thypoid disebabkan oleh bakteri yang disebarkan melalui tinja, muntahan, urin,
kemudian terbawa oleh Lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus ke dapur
yang akan mengkontaminasi makanan atau minuman, sayur-sayuran, atau pun
buah-buahan segar.
D. TRANSISI
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT THYPOID
Dunia kesehatan
saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat. Di Indonesia saat ini ditinjau
dari epidemiologi, Indonesia tengah mengalami transisi epidemiologi penyakit,
dan pada saat bersamaan dijumpai triple burden (Tiga Beban Kesehatan).
E. ETIKA
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT THYPOID
Memperhatikan nilai status nutrisi penderita
1. Izinkan klien untuk makanan yang
dapat ditoleransi klien, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat
selera makan klien meningkat.
2. Berikan makanan yang disertai
dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
3. Anjurkan kepada keluarga untuk
memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.
4. Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
5. Pertahankan kebersihan mulut klien.
6. Jelaskan pentingnya intake nutrisi
yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
7. Kolaborasi untuk
pemberian makanan melalui parenteral. Jika pemberian makan melalui oral tidak
memenuhi kebutuhan gizi klien.
F. 1.
KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT THYPOID
a. 1.
SEGI TIGA EPIDEMIOLOGI
2. PORTAL OF ENTRI AND EXIT
Penularan
dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi
kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam
terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan
diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak
buang air besar atau diare beberapa hari.
Mengembalikan
pasien ke kondisi optimalnya
1.
Medikasi
a.
Klorafenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4x 500 mg per hari, dapat diberikan secara oral
atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
b.
Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari
c.
Kortimaksazol.
Dosis 2 x2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80mg
trimetoprim)
d.
Ampisilin dan
amoksilin. Dosis berkisar 50 – 150 mg / kg BB, selama 2 minggu
e.
Sefalosporin
generasi ketiga. Dosis 3- 4gr dalam dekstrosa 100 cc, diberika selama setengah
jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.
f.
Golongan
fluorokuinolon
Ø Norfloksasin : dosis 2 x
400 mg / hari selama 14 hari
Ø Siprofloksasin : dosis 2
x500 mg / hari selama 6 hari
Ø Ofloksasin : dosis 2 x400
mg / hari selama 7 hari
Ø Pefloksasin : dosis 1 x
400mg / hari selam 7 hari
Ø Fleroksasin : dosis 1 x
400mg / hari selam 7 hari
Ø Kombinasi obat antibiotik.
Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti : tifoid toksik, peritonitis
atau perforasi, shock septic, karena telah terbukti sering ditemukan 2 macam
organism dalam kultur daeerah selain kuman salmonella typhi.
2. Supportive dan Rehabilitasi
Ø Tirahbaring (terlalu banyak
berbaring di atas tempat tidur)
Ø Isolasi yang memadai
Ø Kebutuhan cairan dan kalori
yang cukup
Ø Diet rendah serat dan mudah
dicerna
Ø Menghindari makanan panas
dan kecut.
G. APLIKASI
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
Pengkajian
sistem gastrointestinal meliputi riwayat kesehatan serta pemeriksaan fisik
komprehensif dimulai dari rongga mulut, abdomen, rektum dan anus pasien. Tujuan
tindakan ini untuk mengumpulkan riwayat, pengkajian fisik dan tes diagnostik
untuk mengidentifikasi dan mengatasi diagnosa keperawatan dan medis klien..Pada
pengkajian penderita dengan kasus typhus abdominalis yang perlu dikaji :
a. Riwayat keperawatan
b. Kaji adanya gejala dan tanda
meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor,
tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran (Suriadi, dkk 2001)
.
1. EPIDEMIOLOGI
DAN PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR
a. penyediaan
air minum yang memenuhi syarat
b. perbaikan
sanitasi
c. imunisasi
d. mengobati
karier
e. pendidikan
kesehatan masyaraka
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kasus-kasus deman tipoid terdapat di
seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak tergantung iklim maupun musim.
Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadinya
kurang diperhatikan.
Demam thypoid ini disebabkan oleh
bakteri Shalmonella thyposa.
Demam ini atau yang lebih dikenal
dengan penyakit tipus merupakan suatu penyakit pada saluran pencernaan yang
sering menyerang anak-anak bahkan juga orang dewasa. Demam thypoid merupakan
manifestasi dari adanya infeksi akut pada usus halus yang mengakibatkan gejala
sistemik atau menyebabkan enteritis akut.
Demam thypoid adalah penyakit sistemik
yang akut yang mempunyai gejala-gejala yang kerap terjadi antara lain seperti
suhu tubuh meningkat mencapai 400 C dengan frekuensi nadi relative
lambat. Sering adanya nyeri tekan di perut, mual, muntah demam tinggi, sakit
kepala, diare yang kadang-kadang bercampur darah dan ketidakenakan abdomen
berlangsung lebih kurang 3 minggu juga disertai gejala perut pembesaran limpa
dan erupsi kulit.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penularan infeksi Shalmonella meliputi penularan infeksi yang termasuk
didalamnya adalah reservoir, sumber dan rute penularan, masa inkubasi dan masa
dapat menular, serta pengendalian infeksi aktif dan pencegahan Shalmonellasis.
Daftar pustaka
__________http://www.google.com/search?q=segitiga+epidemiologi&hl=id&tbo=u&tbm=isch&source=univ&sa=X&ei=axEBUaH9EcrWrQeipoCAAQ&ved=0CCgQsAQ&biw=1024&bih=507
“Thypoid Fever “. Di akses
dari http:// medikastore.com. Pada tanggal 25 Maret 2010.